SadarSejenak Logo
Kembali ke semua tulisan

5 Kebiasaan Sepele yang Bikin Kamu Lelah Tanpa Sadar

Diterbitkan 3 August 2025
4 mnt baca
5 Kebiasaan Sepele yang Bikin Kamu Lelah Tanpa Sadar

Ada Hari-Hari Ketika Kita Capek... Tapi Nggak Tahu Kenapa

Capek itu bukan cuma tentang badan yang lelah.
Bukan juga soal kerjaan yang terus menumpuk tanpa henti.

Kadang... ada hari-hari di mana semuanya terasa berat,
padahal dari luar, hidup kita terlihat baik-baik saja.

Bangun pagi. Minum kopi. Buka HP. Bales chat. Duduk di depan laptop. Makan. Tidur. Ulang lagi besoknya.

Semua berjalan seperti biasa. Tapi di dalam, kosong. Sumpek.
Seperti ada yang mengendap tapi tak bisa dijelaskan.

Dan mungkin, kamu sedang berada di fase itu sekarang.
Yang membingungkan bukan hanya rasa lelahnya...
Tapi karena kamu nggak tahu: apa dan sebenarnya yang bikin capek?

Bisa jadi, jawabannya bukan kejadian besar.
Tapi justru dari hal-hal kecil yang kita anggap sepele.

Kebiasaan-kebiasaan diam-diam, yang tanpa sadar menggerus energi mental kita sedikit demi sedikit.

Tulisan ini bukan untuk menghakimi.
Tapi sebuah ajakan lembut untuk berhenti sebentar… dan melihat lebih jernih.
Mungkin dari sini, kamu bisa menemukan titik tenangmu lagi.

1. Scrolling Tanpa Tujuan

Kamu hanya berniat buka Instagram sebentar.
Cek story teman. Lihat satu-dua video lucu. Hilangkan suntuk, katanya.

Tapi tahu-tahu… sudah satu jam.
Jari terus bergerak, otak terus dijejali.

Timeline hari ini seperti makanan cepat saji:
cepat, ramai, memuaskan sesaat—tapi menyisakan sesak yang nggak jelas.
Kita pikir sedang bersantai, padahal diam-diam menguras fokus.

Kita jadi susah diam. Susah jernih.
Dan tanpa sadar, kehilangan banyak waktu untuk hadir.

Mungkin sekarang saatnya bikin batas.
Bukan melarang, tapi menyadari.
Coba atur waktu scroll:

  • 15 menit pagi.

  • 15 menit sore.

Dan saat ingin melarikan diri… ganti arah.
Jalan kaki. Nulis. Nyapu. Mendengarkan musik.
Apa pun yang membuatmu kembali ke tubuhmu sendiri.

2. Pikiran Kecil yang Terus Mengendap

“Balasanku tadi terlalu singkat nggak ya?”
“Besok pakai baju apa ya?”
“Jangan-jangan tadi aku salah ngomong?”

Pikiran-pikiran kecil. Sepele. Tapi terus berputar seperti mesin yang nggak dimatikan.
Dan kalau dikumpulkan, bebannya bisa lebih berat dari masalah besar.

Kita kehabisan energi hanya untuk hal-hal yang… mungkin nggak perlu terlalu dipikirkan.

Coba latih kesadaranmu untuk berkata:

Tapi ini nggak harus aku pikirkan sekarang.

Atau, tuangkan semuanya di kertas. Lima menit cukup.
Menulis bukan soal indahnya kata, tapi kejujuran rasa.

3. Menahan Emosi Terlalu Lama

Setiap kali sedih, kamu bilang, “Aku baik-baik saja.”
Setiap kali kecewa, kamu jawab, “Nggak apa-apa, kok.”

Tapi hati bukan tong sampah yang bisa menampung segalanya.
Dan emosi bukan sesuatu yang kotor. Ia wajar. Ia bagian dari hidup.

Menahan perasaan seperti menahan napas. Bisa, tapi ada batasnya.
Kalau terus disimpan, ia bisa meledak—atau malah diam membatu di dalam diri.

Coba beri ruang.
Untuk jujur, untuk merasakan, untuk menangis kalau perlu.
Entah lewat tulisan, obrolan kecil dengan sahabat, atau sekadar duduk sendiri dan mengizinkan diri merasa.

Bukan karena kamu lemah… tapi karena kamu manusia.

4. Terjebak dalam Wajib Produktif

Ada hari-hari ketika kamu bangun, lalu melihat orang lain sudah workout, kerja, bikin konten, baca buku, masak sehat, dan tetap tersenyum.

Lalu kamu bertanya dalam hati:

“Kenapa aku belum ngapa-ngapain?”

Produktivitas itu baik.
Tapi kalau dijadikan patokan harga diri, kita akan terus merasa kurang.

Padahal, ada hari-hari yang hanya butuh:
mandi siang, makan perlahan, dan memeluk pelan perasaan sendiri.

Kamu tidak harus produktif untuk dianggap bernilai.
Selesai dua hal penting dalam sehari, itu sudah cukup.

Besok… masih ada waktu untuk lanjut.

5. Selalu Ada untuk Semua Orang, Tapi Lupa pada Diri Sendiri

Saat orang lain butuh bantuan, kamu langsung datang.
Saat ada chat masuk, kamu cepat membalas.
Saat orang minta ditemani curhat tengah malam, kamu menyimak sampai pagi.

Kamu ingin jadi orang yang hadir. Yang nggak mengecewakan. Yang bisa diandalkan.

Tapi... di tengah semua itu, kamu lupa:
kamu juga perlu dihadiri oleh dirimu sendiri.

Kamu bukan sinyal WiFi.
Nggak harus nyala 24 jam.

Coba latih untuk berkata:

  • “Nanti ya.”

  • “Boleh aku pikirkan dulu?”

  • “Sekarang aku sedang butuh waktu.”

Bukan egois. Tapi sayang pada diri sendiri.

Saatnya Berhenti, Bernapas, dan Menyadari

Capek mental itu nyata.
Dan sering kali, datangnya bukan dari hal besar—tapi dari kebiasaan kecil yang tak pernah kita periksa.

Kalau kamu merasa relate dengan beberapa hal di atas,
itu bukan berarti kamu lemah.

Justru... mungkin itu tanda bahwa kamu sedang bangun.
Sedang mulai sadar.

Dan sadar, adalah langkah pertama yang paling penting.

Hari ini, mau mulai dari kebiasaan kecil yang mana?

Jika kamu merasa tulisan ini menyentuh sesuatu dalam dirimu,
luangkan waktu sebentar. Tulis. Renungkan.
Karena setiap momen refleksi adalah bentuk kebaikan kecil untuk jiwamu.

Terima kasih sudah hadir hari ini.
Semoga lelahmu bisa menemukan arah pulangnya. 

Artikel Terkait